Minggu, 29 September 2013

Kehebatan Strategi Perang Walisongo, Karya Sunan Kudus

Sunan Kudus (Guru Besar yang dikagumi oleh KGPAA Mangkunegara IV)

Sunan Kudus (Guru Besar yang dikagumi oleh KGPAA Mangkunegara IV)


Oleh:
Asy-Syaikh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh
(Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam)

PENDAHULUAN

Seorang teman bincang-bincang dengan teman lainnya tentang kehebatan bangsa ‘Jepang’. Mulai dari semangat samurai, hakakiri, Yakuza, Fuji Film, Honda, Gunung Fujiyama, hingga bunga sakura. Siapa tidak mengenal negeri matahari terbit ?  Demikian kata salah seorang yang ada di komunitas bincang-bincang tersebut. Sekarangpun anak-anak kita barangkali Nampak lebih akrab dengan produk negeri ini dibanding dengan mengenal produk negeri sendiri. Film anak misalnya anak-anak lebih familier dengan ‘Doraemon’ di banding ‘Si Unyil’ bahkan film yang lainnya misalnya: sepakbola Jepang, Komik Jepang, Naruto dan lain-lain.

“Produk Jepang sedemikian rupa bisa merajai di berbagai belahan dunia, pernahkah kita mencoba memikirkan mengapa bisa demikian ?” Tanya seseorang lainnya.             

“ Itu karena ethos mereka, pernah lihat film samurai ? Wooo ….. sangat mengesankan, kita bisa melihat bagaimana ‘kegigihan’, ‘kegagahan’ , ‘rasa hormat’, ‘ketaatan’ …….” Kata yang lainnya.                 

Bercerita tentang Jepang, aku ingat seorang Guru pernah membuat sebuah pembelajaran yang menarik dengan contoh ‘produk Jepang’. Sang Guru menjelaskan bahwa ‘bangsa Jepang’ yang berkenalan dengan budaya Jawa hanya seumur jagung, justru telah mampu menerapkan falsafah jawa penting yaitu: nglurug tanpo bolo menang tanpo ngasorake.Melalui produk-produk industrinya  Jepang ada di mana-mana, menembus lintas batas Negara bangsa. Melalui produk-produk unggulan mereka mampu diterima dengan suka cita, produk mereka mempengaruhi kehidupan masayarakat Negara lain tanpa membawa ‘bala tentara’ untuk mempengaruhinya. Sebuah imperialisme gaya baru, barang-barang mereka menjajah kita dan menjadi penghidupan mereka tanpa harus perang dan mengalahkan.             

Perang masa kini adalah perang ekonomi, perang produk, perang dengan senjata sudah bukan jamannya lagi, selain seluruh bangsa-bangsa mengecam tindakan perang senjata juga perang jelas-jelas mengsengsarakan rakyat bangsa yang berperang. Di mana ada perang yang memakmurkan dan mententramkan masyarakat ? Bangsa yang cerdas mengalihkan ‘heroitasnya’ pada perang yang lebih bermartabat tidak banyak ditentang yaitu ‘perang produk yang berkecanggihan teknologi’, mulai dari produk pangan, sandang, papan, kendaraan, alat komunikasi hingga produk-produk kesehatan. Jadi terjadilah kompetisi ‘ekonomi’, perang ekonomi, sebuah keasyikan baru manusia dalam globalisasi dunia. Melalui keunggulan produk, suatu bangsa atau bahkan hanya suatu ‘perusahaan’ bisa memiliki unit usahanya di berbagai belahan dunia dengan karyawan seolah sebagai warga yang harus patuh pada tata aturan yang dimilikinya. Mereka tidak perlu membawa masyarakat bangsa negaranya untuk menjalankan ‘perusahaan’ di belahan bumi lainnya, dengan suka cita mereka akan mengabdi kerja, juga masyarakat yang ‘seolah terjajah’ oleh adanya perusahaan tersebut tidak akan merasa kalah tetapi sering merasa diuntungkan.             

Seorang Guru bijak (Sunan Kudus) berkata bahwa nglakoni ‘nglurug tanpo bolo lan menang tapi ora ngasorake’ bukan hal yang mudah. Karena untuk bisa ‘nglurug tanpo bolo’ orang harus berani, berani bukan asal berani, tapi berani dengan perhitungan yang cermat.  Orang yang berani nglurug berarti di dalam dirinya bersemayam mental juara, bukan mental ‘kroyokan’.  Juga falsafah walisongo itu, mengajarkan kepada kita bahwa kemenangan yang terhormat adalah kemenangan yang tidak merendahkan orang atau pihak lain yang menjadi lawannya. Di situ mengandung makna bagaimana seharusnya kita sebagai manusia bisa tetap menjunjung harkat martabatnya sendiri dan sesamanya, menjaga kehidupan dan sadar akan kewajaran perbedaan.

ASAL USUL STRATEGI "NGLURUG TANPO BOLO"
Strategi Perang Walisongo ini ditemukan oleh Panglima Perang Kesultanan Demak, yaitu Sayyid Ja'far Shodiq Azmatkhan (Sunan Kudus), kemudian dipopulerkan oleh KGPAA Mangkunegara IV dalam Serat Wedhatama.

KGPAA Mangkunegara IV (Penerus Ajaran Walisongo, memiliki sanad keguruan kepada Sunan Kudus)
KGPAA Mangkunegara IV 
(Penerus Ajaran Walisongo, memiliki sanad keguruan kepada Sunan Kudus)


Kaweroh keslametan diri 
Sesanti kepribaden poro leluhur 
Sugih tanpo bondho 
Digdaya tanpo adji 
Nglurug tanpo bolo
Menang tanpo ngasorake
Terimah mawi pamrih 
Suwung pamrih tebih ajrih 
Langgeng tan ono susah 
Langgeng tan ono bungah 
Anteng mantheng sugeng jeneng 

Terjemahan dalam bahasa indonesia :


Pengetahuan keselamatan diri
Ajaran tentang kepribadan dari para leluhur
Kaya tanpa harta
Sakti tanpa ilmu
Mendatangi tanpa teman
Menang tanpa merendahkan
Menerima dengan iklas tanpa pamrih
Jauh dari ketakutan
Abadi tanpa susah
Abadi tanpa senang
Diam diri punya nama

Keterangan:
  1. Sugih tanpo bondho = kaya yang dimaksut disini adalah kaya akan ilmu, sugih sedulur, sugih kebijaksanaan
  2. Digdaya tanpo adji = orang sakti tanpa adji(ilmu) itu bisa aja..jika orang dekat dengan Yang Kuasa maka dia akan lebih sakti daripada orang yang berilmu sekalipun.orang yang pengen mendapatkan keselamatan ngga membutuhkan adji..sakti itu adalah efek samping dari kedekatannya sama Yang Kuasa
  3. Nglurug tanpo bolo = jadilah orang yang berwatak satria..jadi menyelesaikan suatu masalah tuh ngga mengajak segerombolan orang.jadi diselesaikan dengan bertatap muka langsung,sehingga orang yang di datangi ngga akan berpikiran macam2 dan masalah menjadi semakin ruwet
  4. Ngalahake tanpo ngasorake = mengalahkan musuh tanpa musuh itu ngga sadar klo dia itu kalah,caranya adalah selesaikan jalan damai tanpa harus berkelahi.musyawarah utk mencapai sebuah kemufakatan dan menemukan win win solution.semuanya ngga ada yang kalah
  5. Trimah mawi pamrih = ini yang namanya menolong dengan iklas
  6. Suwung pamrih tebih adjrih = jika kita ngga punya hutang budi maka kita ngga akan mengalami beban untuk membayar hutang itu
  7. Langgeng tan ono susah & Langgeng tan ono bungah = kita harus mempunyai hati yang tenang..jadi ngga terbawa nafsu.orang yang ngga terbawa nafsu hatinya akan bersihjika suara hati kita tidak didasari nafsu maka kita bisa memutuskan sesuatu dengan objektif
  8. Anteng mantheng sugeng jeneng = diam itu emas dalam artian bicara seperlunya ngga besar cakap/sombong

Sumber Data:
Serat Wedhatama, karya KGPAA Mangkunegara IV