Rabu, 21 Agustus 2013

Deislamisasi Walisongo Secara Sistematis Oleh Penjajah Belanda

Oleh:

Sayyid Iwan Mahmoed Al-Fattah Azmatkhan



Berbicara tentang sejarah islam dinusantara, dapat dikatakan jika fakta sejarah yang beredar kini sangat tidak seimbang dengan fakta sejarah yang lain, terutama sejarah islam. Dari sekian banyak fakta sejarah yang banyak terlupakan pada kalangan sejarawan, sejarah islam ini sering tidak diangkat, sejarawan lebih banyak "terpukau" dengan fakta sejarah yang dimiliki budaya yang hindu dan budha sentris, namun ketika mereka berbicara sejarah islam, tiba-tiba muncul sikap "malas' dan tidak ambil pusing dengan data sejarah islam. Diantara fakta sejarah yang sering jarang diangkat oleh para sejarawan adalah walisongo, bila dibandingkan dengan fakta sejarah, fakta sejarah walisongo dapat dikatakan sangat minim untuk dimunculkan.

Bicara walisongo kebanyakan masyarakat lebih senang dengan nuansa yang nyeleneh seperti mistik dan hal-hal yang irasional (khususnya yang bertabrakaan dengan syariat islam). Kenapa selama ini muncul sikap masyarakat seperti ini? kenapa masyarakat seolah olah "diarahkan" oleh "tangan tangan yang tersembunyi untuk lebih mempercayai walisongo dari sisi yang bertabrakan dengan logika logika umum pada masyarakat. Logika logika aneh seolah olah dipaksakan kepada masyarakat tentang kisah walisongo, walisongo lebih digambarkan kepada sosok orang sakti mandraguna ketimbang ulama yang alim, cerdas dan berkarakter. Berapa kali saya bertemu para penziarah pada makam walisongo, kebanyakan ketika membicarakan sejarah para wali, arahnya tetap saja kepada legenda dan mitos. Karomah para wali diplesetkan menjadi kisah-kisah legenda yang bertabrakan dengan syariat islam.

Saya jadi tanda tanya, darimana pemikiran pemikiran sederhana ini muncul? masyarakat memang berfikirnya sederhana, namun demikian bila melihat gejala yang dmiliki masyarakat khususnya ketika memahami sejarah walisongo, saya kok merasa aneh dan tanda tanya ya, Segitu parahkah pola pemikiran masyarakat? salahkah mereka? apakah saya tidak berlebihan dalam memahami pemahaman masyarakat? salahkah saya mempertanyakan (bukan mengadili...) pemikiran sederhana mereka terhadap walisongo?.

Akhirnya sayapun ketika melihat kondisi ini, saya berusaha mempelajari tentang sebab musabab kenapa bisa muncul sikap sikap seperti ini tanpa harus menyalahkan masyarakat tentang walisongo. 

Adanya sikap masyarakat terhadap cerita walisongo yang cenderung bertabrakan dengan nilai nilai logika, baik logika sejarah, logika agama, logika psikologi masyarakat, logika budaya, logika filsafat dan logika logika lain ternyata berasal dari penjajah kolonial seperti yang diungkap oleh Dr. Syamsudin Arif MA dalam Seminar “Kebangkitan Ilmu Pengetahuan Indonesia” di Aula Pasca Sarjana ITS, Surabaya pada tanggal 12 Juni tahun 2011. Syamsudin Arif mengatakan :“Belanda datang ke Indonesia dan merusak apa yang telah dilakukan Wali Songo,” kata Dr. Syamsuddin Arif, MA. dosen Internasional Islamic University of Malaysia, menurut Syamsudin Deislamisasi yang dilakukan Belanda itu sangat sistematis. Pada awalnya, peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) ini, Belanda berdagang, bikin benteng, dan lambat laun mulai menindas. Baru setelah itu, Belanda membuat sekolah. Di sekolah itulah, Belanda menyekolahkan dan mendidik anak-anak pribumi. Di sinilah, Belanda menanamkan ide dan konsep-konsep yang banyak bertentangan dengan Islam,” paparnya. Konsep itu, diakui Arif, sedikit banyak mempengaruhi pola pikir generasi penerus bangsa saat itu. Karena itu, wajar bila terjadi perdebatan di konstituante dalam merumusukan dasar negara Indonesia, termasuk menanamkan nilai nilai islam.

Inilah modus yang dilakukan penjajah kolonial terhadap masyarakat dalam menghancurkan sejarah walisongo, kaum pelajar saja bisa mereka bisa hancurkan pemikiran sejarahnya, apalagi masyarakat yang hidupnya mereka sudah jajah habis habisan, sehingga apa kata penjajah mereka semua manut-manut. Para pelajar yang belajar sama belanda betul betul diracuni pola pemikiran sejarahnya, pondasi sejarah islam betul betul dibelokkan dan dirusak secara halus dab bertahap,sehingga banyak para pelajar pribumi sering tidak sadar dengan racun racun dari penjajah ini. Penjajah kolonial dulu memang sangat pintar sekaligus licik, karena untuk menghancurkan sebuah negara, jalan yang paling cepat adalah dengan menghancurkan sejarah bangsa itu, sehingga bangsa itu kehilangan identitas sejarahnya. Belanda dan penjajah lainnya betul betul licik dalam melakukan deislamisasi islam khususnya sejarah walisongo, kenapa walisongo sejarahnya dirusak? karena walisongo itu berhasil menanamkan pondasi pondasi keislaman yang baik dan bisa diterima masyarakat.

Tidaklah perlu heran jika deislamisasi islam sudah berhasil dilakukan penjajah, untungnya para sejarawan muslim kita banyak yang tersadarkan dan mulai melakukan counter counter sejarah buatan dan yang berasal dari penjajah, muncullah nama Mbah Kholil Bangkalan, KH hasyim Asyari, KH Muhammad Dahlan, Sayyid Bahruddin Azmatkhan, Hamka, Ahmad Mansur, KH Abdullah bin Nuh, Taufik Abdullah, Alwi bin Thohir Al haddad, dan sejarawan sejarawan muslim lainnya. Kalau tidak ada mereka, mungkin sejarah islam ini akan terus dilecehkan dan disingkirkan oleh para penganut dan simpatisan para penjajah kolonial....

Mudah mudahan kita semua bisa tersadarkan dengan banyak deislamisasi terhadap sejarah islam oleh fihak yang memang tidak senang islam yang ada di Nusantara, khususnya walisongo..

Wallahu A'lam Bisshowab.......