Rabu, 21 Agustus 2013

Dakwah Santun Keluarga Besar Azmatkhan (Walisongo)

Oleh:

Sayyid Iwan Mahmoed Al-Fattah Azmatkhan

Islam sedang disorot, islam sedang diobok obok, islam sedang “ditelanjangi” dan islam sedang digempur habis habisan dalam berbagai peristiwa dan berbagai fihak yang memang awalnya tidak menyenangi agama yang satu ini. Kejadian di berbagai negara menunjukkan adanya indikasi itu. Dari mulai Suriah, Mesir, Turki, dan kini Indonesia, Islam selalu dijadikan pusat ‘bidikan” dan sasaran tembak oleh kalangan yang memang tidak menginginkan nilai-nilai islam berdiri ditengah masyarakat yang ada. 

Ada apa dengan ini semua? Kenapa islam akhir akhir ini selalu menjadi “kambing hitam” terhadap berbagai peristiwa? Seolah ketika bicara islam pasti bicara tentang “horor”. Ketika bicara islam maka akan muncul persepsi dipikiran sebagian orang “sifat garang”, “muka merah”, “tangan terkepal”, “watak panas”, dan sedikit sedikit chaos. Seolah yang namanya chaos selalu berkaitan dengan islam. Islam digambarkan seperti gerombolan srigala penghancur oleh sebagian oknum yang memang anti pada gerakan islam.

Aneh dengan semua itu? Apakah sedemikian parahnya islam? Apakah sebegitu mencekamnya ketika berbicara islam? Kenapa ini bisa terjadi?

Adanya sikap sinis dan stigma negative tentang islam memang akhir akhir ini sangat menggejala. Di Indonesia sendiri, fenomena sikap sinis terhadap islam sering muncul dari orang orang yang berjiwa sekuler liberalis dan didukung oleh berbagai media masa. Tidak heran dengan adanya dukungan dari media ini, kaum sekuler liberalis seperti berada diatas angin. Dan yang lebih konyolnya orang-orang yang dijadikan sasaran tembak kaum liberalis sekuler itu tidak ngeh (mungkin memang mereka keras kepala). Mereka sering turun ke “lapangan” dalam “mengenalkan” islam namun tidak sadar jika gara-gara gerakan islam yang mereka lakukan itu keblinger, anehnya bahkan malah semakin bangga dengan “gerakan islamisasinya” itu. Padahal mereka telah dijadikan musuh bersama. 

Dahulu ketika muncul sikap sinis terhadap islam banyak tokoh tokoh agama yang berusaha meluruskan cara pandang yang keliru tersebut, dan biasanya ketika para tokoh-tokoh agama itu “turun gunung” maka sikap sinis dari beberapa orang yang berfaham sekuler liberalis, sedikit “melunak”. Nah tokoh tokoh yang seperti ini sekarang jarang muncul. Pendekatan yang cerdas oleh para tokoh agama itu yang kini sangat langka.

Cara dakwah yang seperti ini kini jarang dilakukan oleh orang orang yang sering mengklaim dirinya paling islami, dakwah dengan hikmah dan akhlak serta kepekaan terhadap kondisi sudah mulai ditinggalkan, orang lebih senang menonjolkan sisi simboliknya saja. Ketika dia sudah memakai atribut keislaman, terkadang dia lupa dengan atribut itu, bagaimana mungkin ketika ia berani memakai jubah dan imamah dikepala tapi nenteng nenteng pedang dan tongkat dibarengi dengan wajah merah dengan mimik “kejam dan brutal”, seakan dirinya menjelma jadi “monster” daratan. Bagaimana mungkin ketika dia bertakbir Allahu Akbar tapi apa saja yang ada didepannya dia pukuli dan dia hajar. Berteriak Allahu Akbar atau Bersholawat kepada Rasulullah SAW namun anehnya perbuatannya kasar dan brutal, Aneh….

Dakwah dengan nilai nilai kesantunan kini sudah mulai ditinggalkan. Banyaknya kegagalan beberapa ormas islam dalam beradaptasi dengan masyarakat terutama mereka yang sering “rajin” turun kelapangan itu karena mereka tidak menggunakan cara-cara yang santun. Mereka terlalu PD dengan metode yang mereka adaptasi dari Negara luar tanpa mau tahu jika Negara ini berbeda dengan Negara yang mereka katakan islam dari lua negeri itu.

Dahulu ketika walisongo datang kenegeri yang tercinta ini, hal yang pertama kali dilakukan walisongo adalah dengan melakukan pendekatan metode akhlak dan hikmah serta cerdas dalam membaca suasana. Tidak ada satupun dalam sejarah walisongo semua dakwahnya dilakukan dengan cara kekerasan, tidak ada satupun dari anggota walisongo menginginkan peperangan dalam menyebarkan agama islam, bandingkan dengan agama Kristen yang disebarkan lewat penjajahan, sehingga sampai sekarang dapat dikatakan umat Kristen di Indonesia dibebani sejarah yang kelam, karena tersebar melalui penjajahan. Sehingga sampai sekarang, para sejarawan Kristen di Indonesia “bingung” bagaimana merekontruksi dengan baik sejarah tersebarnya agama Kristen di Nusantara. Mereka mau tulis dilakukan dengan damai, faktanya tersebar melalui penjajahan, mau ditulis berasal dari penjajah mereka sangat malu dan keberatan. Hal ini justru bertolak belakang dengan walisongo. Pergerakan dakwah walisongo semua melalui pengamalan akhlaknya Rasulullah SAW, artinya semua dilakukan dengan damai, sebisa mungkin walisongo tidak menyakiti kebiasaan, adat dan budaya masyarakat setempat, sebisa mungkin mereka mengadakan pendekatan persuasive terhadap penguasa. Kalaupun ada peperangan, itu adalah pertahanan untuk membela islam, seperti yang dilakukan oleh Fatahillah yang membebaskan sunda kelapa dari Portugis atau Patih Unus 2 yang menyerang Portugis di Malaka untuk menekan dan melenyapkan portugis yang merebut wilayah malaka islam. Dapat dikatakan ketika banyak fihak mau merekonstruksi sejarah walisongo secara fair, saya jamin mereka tidak akan menemukan satupun sejarah yang “aneh” tentang walisongo. Secara moral walisongo juga tidak punya beban sejarah seperti yang terjadi dalam agama Kristen.

Dakwah santun adalah kunci sukses walisongo dalam menyebarkan islam, memang bila ditilik dan diteliti tentang program dakwah walisongo, semua berinduk pada pola pendekatan yang dilakukan Rasulullah SAW. Semua datuk datuk walisongo, dari mulai Rasulullah SAW, Imam Ali RA, Sayyidah Fatimah, Imam Husein, Imam Ali Zaenal Abidin, Imam Muhammad Al Baqir, Imam Jakfar Asshodiq, Imam Ali Al Uraidhi, Imam Muhammad Annaqib, Imam Isa Arrumi, Imam Ahmad Al Muhajir, sampai kepada Sayyid Abdul Malik Azmatkhan dan diteruskan kepada Sayyid Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro dan akhirnya walisongo, semua dakwahnya selalu dilandaskan akhlak yang santun. Semua Ahlul Bait memang konsep dasar dalam dakwahnya adalah Akhlakul Karimah. Dahulu ketika Sayyid Abdul Malik Azmatkhan pergi dari negeri Hadramaut Yaman untuk kemudian menetap di India (Naserabad) dalam rangka berdakwah, Hal yang paling menonjol dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan adalah akhlaknya. Begitu baiknya akhlak beliau, sehingga tidak heran, Sultan Naserabad saat itu akhirnya menikahkan anaknya dengan Sayyid Abdul Malik ini. Nama Azmatkhan sendiri dikarenakan ketinggian akhlak beliau dimata kerajaan naserabad india. Tidak ada satupun orang yang diberikan nama AZMATKHAN ini selain Abdul Malik. AZMAT yang berarti mulia dan KHAN yang berarti golongan bangsawan, menandakan jika status beliau sangat tinggi, dari nasab, akhlak dan juga gelar bangsawannya. Langkah pengamalan akhlak dilapangan oleh Sayyid Abdul Malik ini kelak nanti diteruskan oleh keturunannya dalam hal ini walisongo.

Keberhasilan walisongo dalam menyebarkan islam yang damai bukan hanya karena dukungan politik kesultanan demak pada itu, namun berhasilnya dakwah mereka, juga karena masyarakat, rakyat dan pejabat tertarik dengan akhlak dan budi pekerti walisongo. Pendekatan dakwah walisongo adalah dengan menyentuh hati setiap orang, caranya? Ya dengan menunjukkan akhlak yang luhur. Semua nyata dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, alamiah apa adanya. Dalam sejarah dakwah walisongo, hampir bisa dikatakan konflik konflik jarang muncul, kalaupun ada, itu hanyalah merupakan perbedaan cara pandang dan itu justru merupakan kekayaan walisongo dalam berdakwah. 

Jika Islam mau diterima dengan tangan terbuka oleh siapa saja, maka lakukan dakwah dengan cara walisongo. Pendekatan santun mutlak diperlukan, keras dan tegas itu diperlukan jika darurat dan untuk pertahanan saja (defense). Selama bisa dilakukan dengan Kesantunan, maka dakwah dengan cara seperti ini wajib dilakukan dan inilah yang paling terbaik. Banyaknya masyarakat yang berbondong bondong masuk islam pada masa walisongo, itu karena mereka tertarik dengan budi pekerti para wali-wali dalam melakukan dakwah. Walisongo dalam berdakwah tidak pernah sekalipun mengutak atik langsung kebiasaan masyarakat yang mungkin dimata ajaran islam salah, sedapat mungkin kebiasaan masyarakat yang salah mereka ubah dengan cara yang bertahap dan tidak menyinggung perasaan masyarakat banyak. Cara ini adalah bentuk kecerdasan mereka dalam membaca situasi yang sudah tentu berlandaskan ahlak…

Kesantunan dan kesabaran mutlak diperlukan dalam berdakwah. Lihatlah beberapa masyarakat barat yang akhir akhir ini banyak yang masuk islam, itu karena mereka banyak melihat contoh orang orang yang berakhlak. Buat mereka agama yang baik bukan hanya sekedar bicara, slogan dan simbollik saja, agama yang baik menurut mereka adalah akhlak. Dan cara seperti inilah yang kini banyak dilakukan oleh ulama ulama sufi dan juga ulama ulama besar dari beberapa Negara yang memang terkenal dalam penyebaran dakwahnya melalui metode akhlak. Dan cara ini lebih mengena dibandingkan dengan cara cara kekerasan yang selama ini dilakukan oleh beberapa ormas islam. Dakwah santun, cerdas dan peka seperti yang pernah dilakukan oleh walisongo sebaiknya bisa dijadikan standar dalam menyebarkan islam yang damai yang berorientasikan kepada Rahmatan Alamin…

Wallahu A’lam bisshowab………