Senin, 10 Juni 2013

Fakta dan Kesaksian Sayyid Husain Jamaluddin/ Syekh Jumadil Kubra Keturunan Azmatkhan

Oleh:
Al-Mursyid Syekh Mufti Pangeran Panghulu Nata Agama As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh

إن الحمد لله وحده, نحمده و نستعينه و نستغفره ونتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا و من سيئات أعمالنا من يهده الله فهو المهتد ومن يضلله فلن تجد له وليا مرشدا, أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله بلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح للأمة وتركنا على المحجة البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها الا هلك, اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن دعا بدعوته الى يوم الدين. أما بعد

Sayyid Husein Jamaluddin atau Syekh Jumadhil Kubro itu adalah mutlak berasal dari keturunan Azmatkhan Al Husaini dan itu diperkuat dengan berbagai catatan dan penelitian para ulama ahli nasab. Jika ada yang menisbatkan nasab beliau kepada fihak yang lain, ini tidak benar dan harus segera diklarifikasi dan diralat. Nasab itu tidak boleh sembarangan untuk dinisbat nisbatkan tanpa ada dasar ilmu nasab yang benar. Jika Nasab Sayyid Husein Jamaluddin atau Syekh Jumadhil Kubro bukan berasal dari Azmatkhan, betapa mengerikannya pendapat ini, karena itu berarti puluhan ribu keturunan dari Nasab Sayyid Husin Jamaluddin yang notabenenya keluarga besar walisongo adalah nasabnya palsu! padahal puluhan ribu keturunan Walisongo itu banyak terdapat ribuan ulama ulama besar....

Tidak benar jika Azmatkhan tidak punya catatan nasabnya, bahkan dari sekian nasab yang ada, dapat dikatakan pencatatan nasab keluarga besar Azmatkhan Alhusaini itu tersusun dengan rapi dan dipegang oleh masing masing keluarga besar walisongo. Dan inilah daftar catatan dan penelitian dari keluarga besar walisongo yang telah disusun oleh Syekh-Mufti Kesultanan Palembang (Mursyid Thariqoh Walisongo)

KESAKSIAN PARA AHLI NASAB TENTANG FAM AZMATKHAN

KESAKSIAN PERTAMA

Menurut As-Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini (Ulama’ asli Tarim, Hadramaut, Yaman), berkata: “Keluarga Azmatkhan (Walisongo) adalah dari Qabilah Ba’Alawi asal hadhramaut Yaman gelombang pertama yang masuk di Nusantara dalam rangka penyebaran Islam (Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati keluarga Azmatkhan) Sesuai dengan namanya, yang berarti “Pemimpin dari keluarga Mulia” .

KESAKSIAN KEDUA

Menurut H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya “Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah”, dia berkata:

“Sayyid Abdul Malik bin Alwi lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Ia meninggalkan Hadhramaut pergi ke India bersama jama’ah para Sayyid dari kaum Alawiyyin. Di India ia bermukim di Naserabad. Ia mempunyai beberapa orang anak lelaki dan perempuan, di antaranya ialah Sayyid Amir Khan Abdullah bin Sayyid Abdul Malik, lahir di kota Nashr Abad, ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir di sebuah desa dekat Naserabad. Ia anak kedua dari Sayyid Abdul malik Sejarah mencatat meratanya serbuan dan perampasan bangsa Mongol di belahan Asia. Diantara nama yang terkenal dari penguasa-penguasa Mongol adalah Khubilai Khan. Setelah Mongol menaklukkan banyak bangsa, maka muncullah Raja-raja yang diangkat atau diakui oleh Mongol dengan menggunakan nama belakang “Khan”, termasuk Raja Naserabad, India.

Setelah Sayyid Abdul Malik menjadi menantu bangsawan Naserabad, mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” agar dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan cerita Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit. Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan Nabi, maka mereka menambah kalimat “Azmat” yang berarti mulia (dalam bahasa Urdu India) sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang. Sayyid Abdul Malik juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke India untuk berda’wah, sebagaimana kakek beliau, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah

Nama putra Sayyid Abdul Malik adalah “Abdullah”, penulisan “Amir Khan” sebelum “Abdullah” adalah penyebutan gelar yang kurang tepat, adapun yang benar adalah Al-Amir Abdullah Azmatkhan. Al-Amir adalah gelar untuk pejabat wilayah. Sedangkan Azmatkhan adalah marga beliau mengikuti gelar ayahanda. Sebagian orang ada yang menulis “Abdullah Khan”, mungkin ia hanya ingat Khan-nya saja, karena marga “Khan” (tanpa Azmat) memang sangat populer sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan “Abdullah Khan” itu kurang tepat, karena “Khan” adalah marga bangsawan Pakistan asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan marga Ba’alawi atau Al-Alawi Al-Husaini.

Ada yang berkata bahwa di India mereka juga menulis Al-Khan, namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmatkhan, bukan Al-Khan, sehingga penulisan Al-Khan akan menyulitkan pelacakan di buku nasab.

Sayyid Abdullah Azmatkhan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan India, beliaupun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai negeri. Sejarah mencatat bagaimana beliau bersaing dengan Marcopolo di daratan Cina, persaingan itu tidak lain adalah persaingan didalam memperkenalkan sebuah budaya. Sayyid Abdullah memperkenalkan budaya Islam dan Marcopolo memperkenalkan budaya Barat. Sampai saat ini, sejarah tertua yang kami dapat tentang penyebaran Islam di Cina adalah cerita Sayyid Abdullah ini. Maka bisa jadi beliau adalah penyebar Islam pertama di Cina, sebagaimana beberapa anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu beliau adalah orang pertama yang berda’wah di tanah Jawa.

Ia (Sayyid Abdullah) mempunyai anak lelaki bernama Amir Al-Mu’azhzham Syah Maulana Ahmad.” Nama beliau adalah Ahmad, adapun “Al-Amir Al-Mu’azhzham” adalah gelar berbahasa Arab untuk pejabat yang diagungkan, sedangkan “Syah” adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang Raja, bangsawan dan pemimpin, sementara “Maulana” adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India untuk seorang Ulama besar.Sayyid Ahmad juga dikenal dengan gelar “Syah Jalaluddin”.Maulana Ahmad Syah Mu’azhzham adalah seorang besar, Ia diutus oleh Maharaja India ke Asadabad dan kepada Raja Sind untuk pertukaran informasi, kemudian selama kurun waktu tertentu ia diangkat sebagai wazir (menteri). Ia mempunyai banyak anak lelaki. Sebagian dari mereka pergi meninggalkan India, berangkat mengembara. Ada yang ke negeri Cina, Kamboja, Siam (Tailand) dan ada pula yang pergi ke negeri Anam dari Mongolia Dalam (Negeri Mongolia yang termasuk di dalam wilayah kekuasaan Cina). Mereka lari (?) meninggalkan India untuk menghindari kesewenang-wenangan dan kezhaliman Maharaja India pada waktu terjadi fitnah pada akhir abad ke-7 Hijriah.

Di antara mereka itu yang pertama tiba di Kamboja ialah Sayyid Jamaluddin Al-Husain Amir Syahansyah bin Sayyid Ahmad. Ia pergi meninggalkan India tiga tahun setelah ayahnya wafat. Kepergiannya disertai oleh tiga orang saudaranya, yaitu Syarif Qamaruddin. Konon, dialah yang bergelar ‘Tajul-muluk’. Yang kedua ialah Sayyid Majiduddin dan yang ketiga ialah Sayyid Tsana’uddin.”

Sayyid Jamaluddin Al-Husain oleh sebagian orang Jawa disebut Syekh Jumadil Kubro. Yang pasti nama beliau adalah Husain, sedangkan Jamaluddin adalah gelar atau nama tembahan, sehingga nama beliau juga ditulis “Husain Jamaluddin”. Adapun “Syahansyah” artinya adalah Raja Diraja. Namun kami yakin bahwa gelar Syahansah itu hanyalah pemberian orang yang beliau sendiri tidak tahu, karena Rasulullah SAW melarang pemberian gelar Syahan-syah pada selain Allah.

Sayyid Husain juga memiliki saudara bernama Sulaiman, beliau medirikan sebuah kesultanan di Tailand. Beliau dikenal dengan sebutan Sultan Sulaiman Al-Baghdadi, barangkali beliau pernah tinggal lama di Baghdad. Nah, Sayyid Husain dan Sayyid Sulaiman inilah nenek moyang daripada keluarga Azmatkhan Indonesia, setidaknya yang kami temukan sampai saat ini.

KESAKSIAN KETIGA:

Menurut Sayyid Ali bin Abu Bakar As-Sakran dalam Kitab Nasab yang bernama Al-Jawahir Al-Saniyyah, berkata: “Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammil Faqih”.

KESAKSIAN KEEMPAT:

Menurut Ad-Dawudi dalam Kitab Umdatut Thalib berkta, “”Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammil Faqih, dan keturunannya masih ada sampai sekarang ini melalui jalur Walisongo di Jawa”.

KESAKSIAN KELIMA:

Penelitian sayyid Zain bin abdullah alkaf dalam kitab Ilhaafun Nazhooir yang dikutip dalam buku khidmatul ‘asyirah karangan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf; MEMBENARKAN & MEM-VALID-KAN nasab jalur Azmatkhan. (Lihat Kitab Khidmatul Asyirah, halaman 1 dan juga di lauhah terakhir kitab Khidmatul Asyirah tentang Walisongo)

KESAKSIAN KEENAM:

Penelitian Al-Alammah As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Husain Al-Masyhur dalam Kitab Syamsud Zhahirah, yang memvalidkan nasab jalur Azmatkhan.

KESAKSIAN KETUJUH:

Kesaksian dari Sayyid Ali bin Ja’far Assegaf Palembang.

Bermula silsilah wali songo ditemukan oleh sayid Ali bin Ja’far Assegaf pada seorang keturunan bangsawan Palembang. Dalam silsilah tersebut tercatat tuan Fakih Jalaluddin yang dimakamkan di Talang Sura pada tanggal 20 Jumadil Awal 1161 hijriyah, tinggal di istana kerajaan Sultan Muhammad Mansur mengajar ilmu ushuluddin dan alquran. Dalam silsilah tersebut tercatat nasab seorang Alawiyin bernama sayid Jamaluddin Husein bin Ahmad bin Abdullah bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath, yang mempunyai tujuh anak laki. Di samping itu tercatat pula nasab keturunan raja-raja Palembang yang bergelar pangeran dan raden, nasab Muhammad Ainul Yaqin yang bergelar Sunan Giri.

KESAKSIAN KEDELAPAN:

Penelitian As-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri dalam Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif

KESAKSIAN KESEMBILAN:
Fakta dan bukti-bukti catatan nasab dari beberapa kerajaan dan kesultanan yang terhubung sebagai dzurriyyah Walisongo Azmatkhan.  Seperti Kesultanan Palembang, Kesultanan Banten, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Giri Kedathon, Kesultanan Ampel Denta, Kesultanan Demak, Kesultanan Jepara dan lain-lain.

KESAKSIAN KESEPULUH:
Rapinya catatan nasab keluarga besar Kyai Marogan, di Palembang, yang menulis bahwa Husain Jamaluddin adalah bernasabkan ke Abdul Malik Azmatkhan dan merupakan leluhur walisongo. Sampai sekarang nasab ini terpasang di Kantor Takmir Masjid Muara Ogan.

KESAKSIAN KESEBELAS:
Rapinya catatan nasab dari keturunan Pangeran Jayakarta di Jatinegara Kaum, Jakarta, yang menyimpan data tentang Walisongo, yang menyebutkan bahwa walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KEDUABELAS:
Rapinya catatan Nasab dari NAQOBAH KESULTANAN BANTEN tentang keturunan Sunan Gunung Jati, yang merupakan bagian dari Walisongo, yang berasal dari berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KETIGABELAS:
Rapinya catatan Nasab dari KERATON KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM tentang keturunan Sunan Giri dan walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan. Data tersebut tersimpan di Keraton Kesultanan Palembang Darussalam.

KESAKSIAN KEEMPATBELAS:
Rapinya catatan Nasab dari KH. Ubaidillah dan KH. Zaid (Ketua Takmir Masjid dan Ketua Makam Sunan Ampel Surabaya) tentang data keturunan Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Derajat dan Walisongo. yang menyebutkan bahwa Walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan.Bisa dihubungi dan dicek ke rumahnya di sekitar pemakaman Sunan Ampel, Surabaya.

KESAKSIAN KELIMABELAS:
Rapinya catatan Nasab dari KH. Kholil Bangkalan dan Habib Bahruddin Azmatkhan yang mendata nasab semua keturunan Sunan Kudus, yang menyebutkan bahwa walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KEENAMBELAS:
Rapinya catatan nasab dari KH. Adlan Ali Cukir Tebuireng, Pendiri Pesantren Walisongo, yang mendata nasab keturunan Sunan Derajat dan Walisongo, dan menyebutkan bahwa walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KETUJUHBELAS:
Rapinya catatan nasab dari KH. Said Al-Hafizh dan KH.Mustaghfirin Said Al-Hafizh (Pengasuh Pesantren Tahfizhul Qur'an Nurush Sholihin Jember) tentang nasab Sunan Giri dan walisongo, dan menyebutkan bahwa walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KEDELAPANBELAS:
Rapinya catatan nasab dari KH.Lutfi Bashari Alwi (Pengasuh Pesantren Ribath Al-Murtadha, Singosari Malang dan Putra Pendiri Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PIQ) Malang, dan merupakan murid terdekat Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki Makkah Al-Mukarramah) tentang data nasab Walisongo. dan menyebutkan bahwa walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KESEMBILANBELAS:
Rapinya catatan nasab dari keluarga KH. As'ad Syamsul Arifin Asembagus, Situbondo, Jawa Timur dan Kitab Nasab Jawahirul Ansab yang menyebutkan tentang nasab lengkap walisongo, bahwa ia  berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KEDUAPULUH:
Rapinya catatan Nasab dari KH. Damanhuri Batuampar, Madura tentang walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan.

DAN MASIH RIBUAN KESAKSIAN LAINNYA DARI PARA ULAMA KETURUNAN WALISONGO AZMATKHAN

DAFTAR KEPUSTAKAAN (BUKU-BUKU YANG MENJELASKAN) TENTANG AZMATKHAN :

1. Sayyid Ahmad bin Anbah,Umdatuth Thaalib Fii Ansaabi Aali Abi Thaalib
2. Sayyid Aki As-Samhudiy, Jawaahir Al-Aqdaini Fii Ansaabi Abnaai As-Sibthaini
3. Sayyid Abu Thalib Taqiyyuddin An-Naqiibi, Ghaayatu Al-Ikhtishoori Fii Al-buyuutaati Al-’Alawiyyati Al-Mahfuzhati Min Al-Ghayyaari.
4. As-Sayyid Al-Muhaddits Husain bin Abdurrahman Al-Ahdali, Tuhfatuz Zaman Fii Taariikhi Saadaatil Yamani
5. As-Sayyid Abu Fadhal Muhammad Al-Kazhimi Al-Husaini, An-Nafkhah Al-Anbariyyah Fii Ansaabi Khairil Bariyyah
6. As-Sayyid Dhoomin bin Syadqam, Tuhfatul Azhaari Fii Ansaabi Aal An-Nabiyyi Al-Mukhtaari
7. As-Sayyid Ahmad bin Hasan Al-Attas, Uquud Al-Almaas
8. Sayyid Jamaluddin Abdullah Al-Jurjaani Al-Husaini, Musyajjarah Al-Mutadhammin Ansaabi Ahlilbaiti Ath-Thaahiri
9. As-Sayyid Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin ‘Amiiduddin Al-Husaini An-Najafiy, Kitab Bahrul Ansaabi
10. As-Sayyid Murtadha Az-Zabiidi, Al-Musyajjir Al-Kasysyaaf Li Ushuulis Saadah Al-Asyraaf
11. As-Sayyid Husain bin Muhammad Ar-Rifaa’i Al-Mishri, Bahrul Ansaabil Muhiith
12. As-Sayyid ‘Ali bin Abi Bakar asy-Syakran, Al-Jawaahir As-Saniyyah Fii Ansaabi Al-Husainiyyah
13. As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur Al-Husaini Al-Hadrami, Kitab Syamsuzh Zhahiirah
14. As-Sayyid Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff, Khidmah Al-’Asyiirah Bi Tartiibi wa Talkhiishi Wa Tadzliili Syamsizh Zhahiirah
15. As-Sayyid Dhiyaa’u Syihaab, Ta’liiqaat Mabsuuthah Wa Mufashsholah ‘Alaa Syamsizh Zhahiirah
16. As-Sayyid Umar bin Alawi Al-Kaff, Al-Faraayid Al-Jauhariyyah Fii Tarraajumi Asy-Syaharah Al-’Alawiyyah
17. As-Sayyid Umar bin Abdurrahman bin Shihabuddin, Syajaratul Alawiyyah
18. As-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif
19. As-Sayyid Bahruddin Ba’alawi Al-Husaini, Ansaabi Wali Songo,
20. As-Sayyid Abi Al-Mu’ammar Yahya bin Muhammad bin Al-Qasim Ba’alawi Al-Husaini, Kitab Abnaaul Imam Fii Mishra Was Syaami Al-Hasani Wal Husaini,
21. As-Sayyid Al-Qalqasandiy Al-Hasani, Nihaayatul Urabi Fi Ma’rifati Al-Ansaabi Al-’Arabi,
22. Al-Imam Abi Sa’di Abdil Karim bin Muhammad bin Mansur At-Tamimiy As-Sam’aaniy, Kitab Al-ansaab
23. Al-Imam Ahmad bin Yahya bin Jabir Al-Balaadiri,Kitabu Al-Jumali Min Ansaabil Asyraaf
24. Kemas H.Andi Syarifuddin & Hendra Zainuddin, 101 Ulama Sumsel, Penerbit. Forum Pondok Pesantren Sumatera Selatan, ISBN,978-602-7874-31-2